Keberadaan toko fisik atau jaringan ritel
yang sudah mapan seperti alfamart ataupun juga indomart yang sudah bertahun
tahun melayani pembelinya secara offline,dengan hadirnya inovasi baru ternyata
tidak berjalan sesuai yang diharapkan.Seperti yang dilakukan oleh alfacart yang
sebelmnya bernama alfa onli ne yang sudah menerapkan system e-comerce dalam
jaringan O2O/online-to-offline.
Alfacart tutup layanan
Dari awal berdiri alfacart mengemban misi
untuk menjadi marketplace dengan
jaringan luas yang mencakup seluruh wilayah Indonesia,salah satu
strategi yang diterapkanya adalah dengan memanfaat kan lebih dari 10.000 toko
fisik alfamart yang tesebar diseluruh Indonesia.
Dengan konsep bisa mengatasi masalah yang
dialami e-comerce di Indonesia yakni unbankable people/masyarakat yang belum
memiliki rekening tabungandan mahalnya biaya logistik karena indone sia
sendiri merupakan Negara kepulauan.
Bahkan alfacart telah meluncurkan konsep
baru yaitu alfacart 2.0 dimana akan mengandeng warung,to ko tradisional dan
retail offlaine lainnya dalam jaringan O2O,dimana memiliki beberapa tujuan
yakni membantu membesarkan UKM Indonesia serta bekerja sama dengan Brand
besar,namun upaya terse but dirasa tidak membuahkan hasil sehingga layanan
e-comerce ini terpaksa harus menutup layanannya.
Lain lagi ceritanya dengan startup yang
menerapkan konsep berdasarkan sharing economy seperti Uber,grab ataupun go-jek
seperti yang dilakukan startup china yang menerapkan konsep serupa namun
berbeda jasa yang ditawarkannnya.
Startup e umbrella
Startup ini menawarkan jasa penyewaan payung kepada penduduk negeri
tirai bambu,namun usaha yang tergolong unik ini justru tengah menuai
masalah.Tiga bulan sejak statup ini dirilis dengan investasi senilai USD 1,5
juta telah mengalami kerugian akibat payung payungnya tak dikembalikan konsumen.
Zhao shuping yang merupakan pendiri
perusahaan mengatakan bahwa orang orang yang menggunakan layanannya tak
mengembalikan payung perusahaan,selama kurun waktu tiga bulan itu 300.000 payung nya
Raib dimana ada 11 kota di china yang dirambahnya dengan biaya penyewaan payung selama 30 me nit
seharga USD 0,07 atau 19 yuan untuk penyewaan satu unit payung.
Layanan tersebut ditempatkan dilokasi
strategis seperti dekat terminal bus dan
stasiun.sedangkan untuk menyewanya diperlukan aplikasi yang akan memberikan kode,kode tersebut
digunakan untuk me mbuka kunci di payung agar bisa terbuka.
Meski diawal berdirinya Shuping mengalami
kerugian namun ia tak menyerah.Ia akan menganti payung senilai USD 8,82 setiap
payungya,dan bahkan e umbrella berniat menambahkan jumlahnya menjadi 30 juta
payung hingga akhir 2017 ini.
Kita lihat saja kedepannya apakah jasa
penyewaan payung yang menggunakan teknologi dapat berjalan atau bahkan
mengalami nasib yang sama dengan alfacart.Karena bukan Cuma inovasi yang
diperlukan tetapi juga strategi dan juga bagaimana pasar menerimanya mungkin
juga factor keberuntungan.
Banyak bermunculan startup,diantaranya ada yang bertumbuh namun adapula yang harus menutup layanannya
4/
5
Oleh
Yudi
Silakan Tambahkan Komentar Anda